Bukti Sejarah Material Sumatera Selatan
1. Jempatan Ampera
Jembatan Ampera yang
menjadi Lambang Kota Palembang, awalnya jembatan ini dibangun pada masa
penjajahan jepang di Indonesia untuk menghubungkan daerah diseberang ulu dan
seberang ilir, sangat indah dilihat di malam hari dengan lampu jalan
disepanjang jembatan memberikan pantulan cahaya keemasan pada sungai Musi,
tempatnya masih didalam Kota Palembang. Pembangunan jembatan ini dimulai pada
bulan April 1962, setelah mendapat persetujuan dari Presiden Soekarno. Biaya
pembangunannya diambil dari dana pampasan perang Jepang. Bukan hanya biaya, jembatan inipun menggunakan tenaga
ahli dari negara tersebut.
Pada awalnya, jembatan ini,
dinamai Jembatan Bung Karno. Menurut sejarawan Djohan Hanafiah, pemberian nama
tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada Presiden RI pertama itu. Bung Karno
secara sungguh-sungguh memperjuangkan keinginan warga Palembang, untuk memiliki
sebuah jembatan di atas Sungai Musi. Peresmian pemakaian jembatan dilakukan
pada tahun 1965
Jembatan
Ampera
2.
Benteng Kuto Besak Palembang
Kuto Besak adalah bangunan keraton yang pada abad XVIII menjadi pusat
Kesultanan Palembang. Gagasan mendirikan Benteng Kuto Besak
diprakarsai oleh Sultan Mahmud Badaruddin I yang memerintah pada
tahun 1724-1758 dan pelaksanaan pembangunannya diselesaikan oleh penerusnya
yaitu Sultan Mahmud Bahauddin yang memerintah pada
tahun 1776-1803. Sultan Mahmud Bahauddin ini adalah seorang tokoh kesultanan
Palembang Darussalam yang realistis dan praktis dalam perdagangan
internasional, serta seorang agamawan yang menjadikan Palembang sebagai pusat
sastra agama di Nusantara. Menandai perannya sebagai sultan, ia pindah dari
Keraton Kuto Lamo ke Kuto Besak. Belanda menyebut Kuto Besak sebagai nieuwe
keraton alias keraton baru.
Benteng ini mulai dibangun pada tahun 1780 dengan arsitek yang
tidak diketahui dengan pasti dan pelaksanaan pengawasan pekerjaan dipercayakan
pada seorang Tionghoa. Semen perekat bata menggunakan batu kapur yang ada di
daerah pedalaman Sungai Ogan ditambah dengan putih telur. Waktu yang
dipergunakan untuk membangun Kuto Besak ini kurang lebih 17 tahun. Keraton ini
ditempati secara resmi pada hari Senin pada tanggal 21 Februari 1797.
Benteng
Kuto Besak (sumber: turisku.com )
3.Museum
Sultan Mahmud Badaruddin II
Museum
Sultan Mahmud Badaruddin II
Keraton
Kuto Kecik atau Keraton Kuto Lamo, dibangun seiring dengan pembangunan Masjid
Agung Palembang. Saat kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam dipegang Sultan
Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo atau SMB I (1724-1758 M), muncul ide untuk
membangun masjid baru Sebelumnya, Keraton Palembang yang dibangun Ki Mas Hindi
atau Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukmin Sayyidul Imam (1659-1706 M) terletak
di kawasan Beringin Janggut (kini kompleks pertokoan Beringin Janggut).
Masjid
kesultanan pun terletak tidak jauh dari keraton, yaitu di kawasan yang kini
dikenal sebagai Jl. Masjid Lama. SMB I membangun Masjid Sulton (kini Masjid
Agung SMB II) pada 1 Jumadil Akhir 1511 H dan diresmikan pemakaiannya pada 28
Jumadil Awal 1161 H. Keraton Kuto Lamo (pada saat dibangun, tentu belum bernama
demikian) ini dibangun persis di tepi Sungai Tengkuruk dan berjarak sekitar 100
meter dari Masjid Sulton.
4.Rumah
Limas
Rumah
Limas (Sumber: trijayafmplg.net)
Di Palembang masih
dapat kita jumpai rumah khas Sumsel yang disebut
Rumah Limas. Rumah ini atapnya berbentuk limas, berdinding papan
dengan pembagian ruangan yang bertingkat-tingkat (kijing). Keseluruhan atap dan
dinding serta lantai rumah bertopang di atas tiang-tiang yang tertanam di
tanah. Rumah ini mempunyai ornamen dan ukiran yang khas.
Pengaruh Islam sangat nampak pada ornamen maupun ukirannya. Kebanyakan rumah
limas luasnya mencapai 400-1000 meter atau lebih, yang didirikan di atas tiang kayu
Orgelen dan kayu Tembesu.
5.
Air Terjun Bidadari
Tidaklah mengherankan, mengapa Syuting
Pembuatan Film “Si Pahit Lidah” yang terkenal itu mengambil setting di lokasi
ini. Keindahan Air Terjun Bidadari memang menjadi daya tarik tersendiri. Selain
menyajikan keindahan alam yang alami, lokasinya pun tidaklah terlalu sulit
untuk dicapai. Air Terjun Bidadari terletak di desa Karang Dalam Kecamatan
Pulau Pinang kurang lebih 8 km dari kota Lahat.
Disekitar
lokasi air tTerjun tersebut, ada 3 Air Terjun (Air Terjun Bujang Gadis, Air
Terjun Sumbing dan air terjun Naga) lagi yang dapat dinikmati dengan menyusuri
aliran dari Air Terjun Bidadari.
Dengan
dipandu penduduk sekitar yang sudah mengenal daerah tersebut, anda dapat
menikmati keindahan ke 4 air terjun yang alami tersebut dan alam sekitarnya
dengan menyusuri sepanjang aliran airnya.
Anda
bisa memulai dari atas (air terjun Bidadari) sampai kebawah (Air Terjun Naga),
atau sebaliknya. Pengalaman menyusuri air terjun tersebut akan menjadi
pengalaman tambahan bagi anda yang senang berpetualang dan menyukai tantangan.
6.
Air Terjun Curup Panjang
Wisata Lahat
yang tempatnya berada di Desa Pulau Pinang, Kecamatan Pulau Pinang.
7.
Air Terjun Lawang Agung
Wisata Lahat
di Desa Lawang Agung Lama, Kecamatan Mulak Ulu, ketinggian 30-50 m, mengalir di
Sungai Linang Kiri, ada jembatan gantung, bisa berenang, memancing.
8.
Air Terjun Tebat Bukit
Wisata
Lahat yang letaknya berada di Desa Gedung Agung, Kecamatan Kota Agung
9.
Bukit Runcing
Wisata Lahat
yang lokasinya berada di Desa Sukaraja, Kecamatan Kota Agung.
10.Bukit
Serelo
Wisata Lahat
di Desa Perangai, disebut juga dengan Gunung Jempol karena bentuknya mirip
jempol manusia, dengan pemandangan Sungai Lematang.
Bukit telunjuk (from freewebs.com)
11. Sekolah Gajah Perangai
Sekolah
Gajah ini terletak di Desa Perangai Kabupaten Lahat, lokasinya di kaki Bukit
Serelo. Gajah-gajah tersebut dilatih supaya jinak dan dapat membantu pekerjaan
manusia seperti mengankut barang-barang dan kayu. Tempat ini merupakan salah
satu penangkaran gajah di Indonesia
12.Watervang.
Terdapat di
Kelurahan Watervang, kecamatan Lubuklinggau Timur I;
Watervang
(sumber:google.com)
13. Bukit Sulap.
Di Kelurahan
Ulak Surung Kecamatan Lubuklinggau Utara II. Kawasan objek wisata ini
merupakan objek wisata alam yang berbentuk bukit yang cukup besar dengan
ketinggian ± 700 m dari permukaan laut dengan rimbun tumbuhan alami dan udara
yang sejuk. Dari puncak bukit sulap pengunjung dapat leluasa memandang
keindahan alam kota lubuklinggau, juga menarik jika melihat pemandangan kota
dimalam hari.
Bukit
Sulap (Sumber: google.com)
14. Air Terjun Temam.
Di Kelurahan
Rahma Kecamatan Lubuklinggau Selatan I;
15. Museum Subkoss Garuda
(Museum
Subkoss Garuda (Budaya) Kelurahan Pasar Pemiri Kecamatan Lubuklinggau
Barat I;
Museum
Subkoss Garuda
16.
Air Terjun Sei Sando (Alam) Kelurahan
Watas Kecamatan Lubuklinggau Barat I;
Air
Terjun Sei Sando (Sumber: apridona91.wordpress.com)
17.
Benteng Ulak Lebar (Budaya) Kelurahan
Sidorejo Kecamatan Lubuklinggau Barat II;
18. Danau Malus (Alam) Kelurahan Petanang Kecamatan Lubuklinggau
Utara I;
19. Gua Batu Naga (Alam) Kelurahan Jukung Kecamatan Lubuklinggau
Selatan I;
20. Air Terjun Curuq Layang. Kelurahan Jukung Kecamatan
Lubuklinggau Selatan I;
21. Gua Batu (Alam) Kelurahan Taba Jemekeh Kecamatan Lubuklinggau
Timur I;
22.
Air Terjun Taqli (Alam) Kelurahan
Petanang Kecamatan Lubuklinggau Utara I;
23.
Rumah Adat (Budaya) Kelurahan
Jukung Kecamatan Lubuklinggau Selatan I;
24. Rumah Adat (Budaya) Kelurahan Batu Urip Kecamatan
Lubuklinggau Timur I;
Rumah
Adat Lubuk Linggau (Sumber: google.com)
Budaya Immaterial
Nilai Budaya
Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu daerah di Indonesia
yang secara potensial memiliki kekayaan budaya sejak zaman Sriwijaya, ketika
daerah ini menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan
kebudayaan. Sesuai arah perkembangannya, sehingga menjadi salah satu pusat
kebudayaan serta daerah tujuan wisata di Indonesia. Upaya pelestarian dan
pengembangannya melalui pendidikan yang mengandung budaya daerah bernilai
tinggi.
Sikap budaya masyarakat dapat dilihat dari berbagai hasil budaya
masyarakat atau kegiatan mereka dalam berbagai dimensi kehidupan, antara lain
penyelenggaraan upacara adat, misalnya upacara perkawinan, dengan bahasa dan
logat khas Sumatera Selatan seperti yang selama ini dilakukan, merupakan
kegiatan yang perlu terus dipertahankan dalam upaya melestarikan bahasa daerah
Sumber Sejarah
1. Prasasti Kedukan Bukit
Kota ini juga dijuluki Bumi Sriwijaya, karena pada
abad ke-7 s/d 13 Masehi, Sumatera Selatan menjadi basis kekuasaan Kerajaan
Sriwijaya dengan Palembang sebagai ibu kota kerajaan. Menurut Prasasti Kedukan
Bukit, Kerajaan Sriwijaya dibangun pada tanggal 17 Juni 683 Masehi dengan raja
pertama Jayanasa. Pada masa jayanya Sriwijaya dikenal sebagai pusat pendidikan
dan ilmu pengetahuan agama Budha di Asia Tenggara
Prasasti Kedukan Bukit memberikan catatan memberi
suara Pallava dimana ditulis dalam Bahsa Melayu tua yang di deklarasikan oleh
Dapunta Hiyang Sriyajanasa dan dua puluh ribuan tentara membangun suatu kerajaan
yang disebut Sriwijaya pada tahun 606 Saka atau 683 AD di sekitar kaki Bukit
Siguntang.
Sejarah mencatat bahwa Kerajaan Sriwijaya telah menjadi yang kerajaan yang
besar dan sangat berpengaruh di dalam kerajaan bahari dan Indonesia Bagian
tenggara Asia sepanjang Abad 7-13.
2. Taman Purbakala
Kerajaan Sriwijaya
Taman
Purbakala Kerajaan Sriwijaya (sumber: wikipedia.org)
Kerajaan Sriwijaya Taman Arkeologis terletak di
Karanganyar, kecamatan Ilir Barat II, kotamadya Palembang dan diresmikan oleh
Presiden Soeharto pada tanggal 22 Desember 1994.
Peristiwa yang sangat penting ditandatangani oleh penggantian tiruan Kedukan
Bukit catatan yang menandakan kutub historis dari kelahiran Sriwijaya Kerajaan.
Taman Arkeologis Kerajaan Sriwijaya dibangun di Karanganyar. pada dasarnya
menurut konsep dari keuntungan dan pemeliharaan warisan/pusaka dan sisa jaman
kuno maka ditempatkan di lokasi ini.
Konsep ini Tujuan untuk menghargai nilai-nilai yang
budaya dan memperkuat kebanggaan nasional dan bermanfaat bagi turis/wisatawan
dan nilai-nilai bidang pendidikan.
3. Ada juga suatu pajangan batu bata struktur menggali dari Pulau Cempaka
Saluran yang saling
behubungan ditemukan di dalam taman dan dapat dilalalui dari arah Musi sungai.
Menurut penafsiran yang
dilakukan melalui pemotretan udara Karanganyar merupakan lokasi mewakili pusat
air seperti berliku-liku di dalam awal Sriwijaya kerajaan. Penggalian dari
lokasi telah muncul sisa batu bata struktur, fragmen tembikar, keramik, perahu
merusak dan materi arkeologis yang lain.
Semua data yang
betul-betul menunjukkan bahwa Karanganyar lokasi merupakan suatu posisi penting
sepanjang umur/zaman Kerajaan Sriwijaya. Data itu adalah juga didukung oleh
catatan seperti: patung dan benda-bendaarkeologi lain ditemukan di Palembang
dan sekitarnya.
Dalam kaitan dengan pertimbangan
dari bukti historis dan arkeologis, Karanganyar adalah daerah yang dipilih
untuk menjadi penempatan Taman Arkeologis Kerajaan Sriwijaya.
4. Prastasi Talang Tuo (684 M), di dekat Palembang
Keadaan
fisiknya masih baik dengan bidang datar yang ditulisi berukuran 50cm × 80 cm.
Prasasti ini berangka tahun 606 Saka
(23 Maret 684 Masehi), ditulis dalam aksara
Pallawa, berbahasa Melayu Kuna, dan terdiri dari 14 baris.
Sarjana pertama yang berhasil membaca dan mengalihaksarakan prasasti tersebut
adalah van Ronkel dan Bosch, yang dimuat dalam Acta Orientalia. Sejak
tahun 1920 prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, dengan
nomor D.145. Isi Prasasti yaitu Pada tanggal 23 Maret 684 Masehi, pada saat
itulah taman ini yang dinamakan Śrīksetra dibuat di bawah pimpinan Sri Baginda
Śrī Jayanāśa
5. Prasasti Telaga Batu, di Palembang
Prasasti Telaga Batu
Prasasti Telaga
Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru
(tidak jauh dari Sabokingking), Kel. 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota
Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935. Prasasti ini
sekarang disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di sekitar lokasi
penemuan prasasti ini juga ditemukan prasasti Telaga Batu 2, yang berisi
tentang keberadaan suatu vihara di sekitar prasasti. Pada tahun-tahun
sebelumnya ditemukan lebih dari 30 buah prasasti Siddhayatra.
Bersama-sama dengan Prasasti Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut kini
disimpan di Museum Nasional, Jakarta.
Prasasti Telaga Batu dipahatkan pada
sebuah batu andesit yang sudah dibentuk sebagaimana layaknya sebuah prasasti
dengan ukuran tinggi 118 cm dan lebar 148 cm. Di bagian atasnya terdapat hiasan
tujuh ekor kepala ular kobra, dan di bagian bawah tengah terdapat semacam cerat
(pancuran) tempat mengalirkan air pembasuh. Tulisan pada prasasti berjumlah 28
baris, berhuruf Pallawa, dan berbahasa Melayu Kuno.
Tulisan yang dipahatkan pada prasasti
cukup panjang, namun secara garis besar isinya tentang kutukan terhadap siapa
saja yang melakukan kejahatan di kedatuan Sriwijaya dan
tidak taat kepada perintah dātu. Casparis berpendapat bahwa orang-orang yang disebut pada
prasasti ini merupakan orang-orang yang berkategori berbahaya dan berpotensi
untuk melawan kepada kedatuan Sriwijaya sehingga perlu disumpah
Disebutkan orang-orang tersebut mulai
dari putra raja (rājaputra), menteri (kumārāmātya), bupati (bhūpati),
panglima (senāpati), Pembesar/tokoh lokal terkemuka (nāyaka),
bangsawan (pratyaya), raja bawahan (hāji pratyaya), hakim (dandanayaka),
ketua pekerja/buruh (tuhā an vatak = vuruh), pengawas pekerja
rendah (addhyāksi nījavarna), ahli senjata (vāsīkarana), tentara
(cātabhata), pejabat pengelola (adhikarana), karyawan toko (kāyastha),
pengrajin (sthāpaka), kapten kapal (puhāvam), peniaga (vaniyāga),
pelayan raja (marsī hāji), dan budak raja (hulun hāji).
Prasasti ini salah satu prasasti kutukan yang paling
lengkap memuat nama-nama pejabat pemerintahan. Beberapa sejarahwan menganggap
dengan keberadaan prasasti ini, diduga pusat Sriwijaya itu berada di Palembang
dan pejabat-pejabat yang disumpah itu tentunya bertempat-tinggal di ibukota
kerajaan. Soekmono berpendapat berdasarkan prasasti ini tidak mungkin
Sriwijaya berada di Palembang karena adanya keterangan ancaman kutukan kepada
siapa yang durhaka kepada kedatuan, dan mengajukan usulan Minanga seperti
yang disebut pada prasasti Kedukan Bukit yang diasumsikan
berada di sekitar Candi Muara Takus sebagai ibukota Sriwijaya.
Fakta Sejarah
1.
Batu Macan
Batu
Macan
Batu
macan yang terdapat di Kecamatan Pulau Pinang, Desa Pagar Alam Pagun ini sudah
ada sejak zaman Majapahit pada abad 14. Batu macan ini merupakan simbol sebagai
penjaga (terhadap perzinahan dan pertumpahan darah) dari 4 daerah, yaitu: Pagar
Gunung, Gumai Ulu, Gumai Lembah dan Gumai Talang.
Berdasarkan
keterangan yang diperoleh dari penjaga situs setempat yakni Bapak Idrus, kisah
adanya batu macan terkait dengan legenda si pahit lidah yang beredar di
masyarakat. Pada waktu itu, si pahit lidah sedang berjemur di batu penarakan
sumur tinggi. Pada saat sedang berjemur, si pahit lidah melihat seekor macan
betina yang sering menggangu masyarakat desa, kemudian oleh si pahit lidah,
macan tersebut di ingatkan agar tidak mengganggu masyarakat desa. Namun, macan
tersebut tidak menuruti apa yang disampaikan oleh si pahit lidah. Padahal si
pahit lidah sudah menasehati macan tersebut sampai tiga kali, sampai akhirnya
si pahit lidah berucap “ai, dasar batu kau ni”. Akhirnya macan tersebut menjadi
batu. Setelah diselidiki, ternyata macan tersebut adalah macan pezinah dan anak
yang sedang diterkamnya adalah anak haram. Sedang macan yang ada di belakangnya
adalah macan jantan yang hendak menerkam macan betina tersebut.
Apabila
ada wanita disuatu desa diketahui berzinah, maka terdapat hal-hal yang harus
dilakukan oleh si-wanita itu, yaitu: menyembelih kambing untuk membersihkan
rumah, kemudian sebelum kambing tersebut dipotong, maka orang tersebut harus
dikucilkan dari desa ke suatu daerah lain atau di pegunungan. Kemudian apabila
wanita tersebut mengandung dan melahirkan, maka harus menyembelih kerbau.
Setelah persyaratan tersebut dilakukan, maka wanita tersebut dapat diterima di
masyarakat kembali.
2.
Ribang Gayau
Wisata Lahat
yang lokasinya berada di Desa Kedaton Terkul, Kecamatan Pulau Pinang.
Ribang
Gayau
3.
Rumah Batu
Wisata Lahat di Desa Kota Raya Lembak, Kecamatan Pajar Bulan, 80 km dari Kota
Lahat, merupakan benda megalitik yang pada dindingnya terdapat lukisan kuno
berupa makhluk-makhluk aneh.
Rumah
Batu (Sumber: google.com)