Death By Scrabble (Mati Karena Scrabble)
Pengarang: Charlie Fish
Penerjemah: Harum Wibowo
Hari
itu sangat panas and aku benci sekali dengan istriku.
Kami
sedang bermain Scrabble. Seburuk itulah. Umurku empat puluh dua tahun, sungguh
hari Minggu yang panas dan satu-satunya hal yang terpikirkan dalam hidupku saat
ini hanyalah bermain Scrabble.
Aku
seharusnya pergi ke luar, olahraga, menghambur-hamburkan uang, bertemu dengan
orang-orang. Kurasa aku belum berbicara dengan siapapun selain istriku semenjak
Kamis pagi. Pada hari Kamis tersebut aku berbicara dengan pengantar susu saja.
Huruf-huruf
yang kudapat sangat kacau.
Aku
memainkan BEGIN (mulai) dengan baik dan benar. Dengan huruf N berada di
atas bintang pink. Dua puluh dua poin.
Kulihat
expresi puas istriku saat dia menyusun huruf-hurufnya. Clack, clack, clack. Aku benci dia. Kalau saja dia
tidak ada, aku pasti sedang melakukan sesuatu yang menyenangkan saat ini. Aku
mungkin bisa mendaki gunung Kilimanjaro. Aku bisa membintangi film blockbuster
Hollywood yang terbaru. Aku bisa mengarungi Vendee Globe dengan clipper1 60 kaki yang disebut New Horizons –
entahlah, tapi aku pasti akan melakukan sesuatu.
Dia
memainkan JINXED (dikutuk), dengan huruf J di atas ‘double-letter
score’. 30 poin. Dia sudah mengalahkanku. Mungkin aku harus membunuhnya.
Andai
saja aku punya huruf D, aku bisa memainkan MURDER (membunuh). Itu akan
menjadi sebuah pertanda. Itu akan menjadi ‘izin’2.
Aku
mulai menggigiti huruf U milikku. Aku tahu itu adalah kebiasaan yang buruk.
Semua pinggiran huruf-hurufnya menjadi berjumbai. Aku memainkan WARMER (lebih
hangat) untuk 22 poin, sebenarnya hanya agar aku tetap bisa menggigiti
huruf U milikku.
Saat
aku hendak mengambil huruf-huruf baru dari kantong, aku berpikir – huruf-huruf
itu akan memberitahuku apa yang harus kulakukan. Jika aku mengeja KILL (membunuh)
atau STAB (menusuk), atau namanya, atau apapun itu, aku akan
melakukannya segera. Aku akan langsung menghabisinya.
Rak
milikku ter-eja MIHZPA. Ditambah dengan huruf U yang ada di dalam mulutku.
Sial.
Panas
matahari menyerangku melaui jendela. Aku bisa mendengar suara serangga-serangga
yang berdengung di luar. Kuharap itu bukan sekumpulan lebah. Sepupuku, Harold,
pernah menelan seekor lebah saat dia berumur sembilan tahun, tenggorokannya
membengkak dan dia akhirnya meninggal. Kuharap, kalau itu benar-benar
sekumpulan lebah, mereka akan terbang ke dalam tenggorokan istriku.
Dia
memainkan SWEATIER (lebih berkeringat), menggunakan semua
huruf-hurufnya. 24 poin ditambah 50 poin bonus. Kalau saja hari itu tidak
terlalu panas untuk bergerak, aku pasti sudah mencekiknya sekarang.
Aku
semakin berkeringat. Kuharap akan ada hujan untuk menyejukkan udara. Saat
pikiran itu melintas di kepalaku, aku menemukan sebuah kata yang bagus. HUMID (lembab)
di atas ‘double-word score’, menggunakan huruf D dari JINXED. Huruf U-nya
menciptakan suara cipratan kecil karena air liurku saat aku menaruhnya. 22 poin
lagi. Kuharap dia mendapatkan huruf-huruf yang jelek3.
Dia
bilang padaku kalau dia mendapatkan huruf-huruf yang jelek. Entah kenapa, aku
jadi semakin membencinya.
Dia
memainkan FAN (kipas), dengan huruf F di atas ‘double letter’, dan
bangkit untuk mengisi ceret dan menyalakan AC.
Itu
merupakan hari terpanas sepanjang sepuluh tahun belakangan dan istriku sedang
menyalakan ceret listriknya. Inilah alasannya kenapa aku sangat membenci
istriku. Aku memainkan ZAPS (suara sentruman listrik), dengan huruf Z di
atas ‘double-letter’, dan istriku terkena sengatan listrik dari unit AC. Aku
sangat puas melihatnya.
Dia
duduk kembali dengan helaan nafas yang berat dan mulai mengatur huruf-hurufnya
lagi. Clack
clack. Clack clack. Aku merasakan kegusaran hebat
membentuk di dalam diriku. Ada semacam racun yang secara perlahan menyebar
melalui anggota-anggota tubuhku, dan ketika itu sampai di ubun-ubunku, aku akan
segera meloncat dari kursiku, menumpahkan semuatile4 Scrabble di atas lantai, dan aku akan
mulai memukulnya lagi, lagi, dan lagi.
Kemarahanku
sampai ke ubun-ubunku lalu
meledak. Jantungku berdetak dengan kencang. Aku bermandikan peluh. Kurasa
wajahku sebenarnya mengencang. Kemudian aku menghela nafas dalam-dalam, lalu
duduk kembali di kursiku. Ceretnya mulai mengeluarkan suara seperti kereta api
uap. Semakin kencang suaranya, semakin aku merasa kepanasan.
Dia
memainkan READY (siap) di atas ‘double-word’ untuk 18 poin, lalu pergi
untuk menuangkan teh untuknya sendiri. Tidak, aku tidak ingin teh.
Aku
mencuri sebuah tile kosong5 dari kantong huruf ketida dia tidak
melihatnya, dan melemparkan balik huruf V dari rak-ku. Dia melemparkan tatapan
curiga padaku. Dia duduk kembali dengan segelas teh, membuat bekas melingkar di
atas meja6, saat aku memainkan kata dengan delapan huruf: CHEATING (curang),
menggunakan huruf A dari kata READY. 64 poin, termasuk 50 poin bonus, artinya
aku mengalahkannya sekarang.
Dia
bertanya kalau aku curang.
Aku
amat sangat membencinya.
Dia
memainkan IGNORE (mangabaikan) di atas ‘triple-word’ untuk 21 poin. Skor
sementara adalah 153 poin untuknya, dan 155 poin untukku.
Uap
naik dari cangkirnya, membuatku semakin merasa kepanasan. Aku mencoba membuat
kata-kata mematikan dengan huruf-huruf yang ada di rak-ku, tapi kata terbaik
yang dapat kususun adalah SLEEP (tidur).
Istriku
tidur sepanjang waktu. Dia tertidur saat tetangga sebelah kami sedang
bertengkar yang mengakibatkan rusaknya sebuah pintu, TV hancur, dan sebuah
boneka Teletubby Lala dengan semua kapas-kapasnya keluar dari dalam. Kemudian
dia marah-marah padaku karena bersikap murung keesokan harinya karena aku
kurang tidur.
Andai
saja ada jalan agar aku bisa menyingkirkannya.
Aku
melihat kesempatan untuk menggunakan semua huruf-hurufku. EXPLODES (meledak),
dengan menggunakan huruf X dari JINXED. 72 poin. Itu akan mengejutkannya.
Saat
aku menaruh huruf terakhir, ada sebuah ledakan yang memekakkan telinga lalu
AC-nya rusak.
Jantungku
berpacu kencang, tapi bukan karena keterkejutanku oleh ledakan tadi. Aku tidak
percaya – tapi itu tidak mungkin sebuah kebetulan. Huruf-hurufnya menjadi
nyata. Aku memainkan kata EXPLODES, dan itu terjadi – AC-nya meledak. Dan
sebelumnya, aku memainkan kata CHEATING ketika aku bermain curang. Dan ZAP
ketika istriku tersengat listrik. Kata-kata itu menjadi kenyataan.
Huruf-hurufnya memilih masa depan mereka. Seluruh permainannya dikutuk
(JINXED).
Istriku
memainkan SIGN (pertanda), dengan huruf N di atas ‘triple-letter’ untuk
10 poin.
Aku
harus mencoba ini.
Aku
harus memainkan sesuatu dan melihat jika itu akan benar-benar terjadi. Sesuatu
yang tidak akan mungkin terjadi, untuk membuktikan bahwa huruf-hurufnya berubah
menjadi kenyataan. Rak-ku membentuk ABQYFWE. Itu tidak memberiku banyak
pilihan. Aku mulai mengigiti huruf B milikku dengan kebingungan.
Aku
memainkan FLY (terbang), menggunakan huruf L dari EXPLODES. Aku duduk menyandar
di kursi dan menutup kedua mataku, menunggu sensasi naik ke udara dari kursiku.
Menunggu untuk terbang.
Bodoh.
Aku membuka mataku, dan ada seekor lalat (fly) di sana, mendengung di
atas papan Scrabble, meluncur di suhu panas dari gelas teh yang hangat-hangat
kuku. Itu tidak membuktikan apapun. Lalat itu bisa saja sudah ada di sana dari
tadi.
Aku
harus memainkan sesuatu yang tidak ambigu. Sesuatu yang tidak bisa
disalahartikan. Sesuatu yang absolute dan pasti. Sesuatu yang membunuh.
Istriku
memainkan CAUTION (berhati-hati/peringatan), menggunakan tile kosong
untuk huruf N-nya. 18 poin.
Rak-ku
terdapat AQWEUK, ditambah huruf B di mulutku. Aku terkesima dengan kekuatan
huruf-hurufnya, dan frustasi karena aku tidak dapat memanfaatkannya. Mungkin
aku harus berbuat curang lagi, dan mengambil huruf yang aku butuhkan untuk
membentuk SLASH (menyayat) atau SLAY (membunuh).
Lalu
aku mendapatkan sebuah ide. Kata yang sempurna. Sebuah kata yang sangat kuat,
berbahaya, dan mengerikan.
Aku
memainkan QUAKE (gempa) untuk 19 poin.
Aku
penasaran jika kekuatan gempa itu akan sebanding dengan jumlah skor-nya. Aku
dapat merasakan getaran energy yang sangat besar di urat nadiku. Aku sedang
memerintahkan takdir. Aku memanipulasi takdir.
Istriku
memainkan DEATH (mati) untuk 34 poin, sesaat setelah ruangan mulai
bergetar.
Aku
ter-engah karena keterkejutan dan dendam – dan huruf B yang sedari tadi
kukunyah menyangkut di tenggorokanku. Aku mencoba untuk batuk. Wajahku menjadi
merah, kemudian berubah menjadi biru pucat. Tenggorokanku membengkak. Darah
keluar dari leher karena tercakar-cakar olehku. Gempa tersebut memuncak.
Aku
jatuh ke lantai. Istriku hanya duduk di sana, memperhatikan.
˜ The
End ™
0 comments:
Post a Comment